Ternyata Status ‘Medan Kota Terjorok’ Penyebabnya Pemprov Sumut

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun yang dikelola Pemkot Medan menggunakan sistem "Open Dumping"

Medan, PONTAS.ID – Kota Medan dihebohkan dengan status “Kota Metropolitan Terjorok” se-Indonesia lantaran mengelola tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping (sampah dibuang begitu saja tanpa proses lebih lanjut). Status ini disandang pasca pengumuman Penghargaan Adipura di Jakarta Senin (14/1/2019) lalu.

Padahal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mensyaratkan menggunakan sistem landfill (memusnahkan dengan cara menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya dan kemudian menimbunnya dengan tanah).

Selidik punya selidik, ternyata kegagalan Pemerintah Kota (Pemkot) Medan mewujudkan pengelolaan sampah karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara tak kunjung mencairkan dana bagi hasil (DBH) kepada Pemkot Medan sebesar Rp.1,3 triliun.

“Akibatnya pembangunan Kota nomor tiga terbesar di Indonesia ini pun terganggu. Salah satunya penataan kota dan managemen pengelolaan sampah yang menjadi sorotan saat ini,” ungkap anggota Komisi D DPRD Kota Medan, Ilhamsyah kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Politisi dari partai Golkar  ini mengatakan, masalah persampahan tidak terlepas dari manajemen keuangan. Sehingga jika sudah masuk kedalam manajemen keuangan, tentu Pemkot Medan harus mencari sumber dana dan salah satunya DBH yang merupakan komponen pajak yang menjadi hak Pemerintah Kota Medan.

“Kita minta pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar segera merealisasikan pembayaran utang DBH kepada Pemko Medan yang tunggakannya sejak tahun 2017 hingga 2018 lalu sekitar 600 miliar lebih,” ujarnya.

Ini dikatakan Ilhamsyah karena sepengetahuan dirinyauang DBH sudah dimasukkan kedalam APBD untuk pembangunan. “ Keterlambatan dalam merealisasikan pembayaran DBH bukan masalah baru, sebab, dari tahun ke tahun persoalan ini selalu muncul, siapapun pemimpinnya,” terang pemilik kedai Ayah ini.

Untuk itu, Ilhamsyah berharap di Tahun 2019, DBH sebaiknya langsung di transfer ke Pemkot Medan dan teknisnya biarlah Pemko Medan yang memikirkan dan jangan lagi melalui Pemprov Sumut, “Sebab dana tersebut sangat dibutuhkan untuk pembangunan,” ucapnya.

Tunggu Pemprov
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot Medan, Irwan Ritonga mengungkapkan, hingga kini utang Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah Provinsi Sumatera Utara ke Pemko Medan sebesar Rp.1,3 triliun belum dibayarkan.

Adapun rincian alokasi dana bagi hasil tersebut adalah penyaluran kurang bayar 2017 sebesar Rp.165 miliar lebih. Penyaluran kurang bayar 2018 sebesar Rp.434 miliar lebih dan penyaluran estimasi 2019 sebesar Rp.741 miliar lebih.

“Jika ditotal DBH yang belum dibayarkan tersebut sebesar Rp.1,34 triliun,” ujar Irwan sembari mengatakan dirinya menyakini Pemprov Sumut akan melunasi utang tahun 2019 ini.

Ditambahkan Irwan lagi, Pemprovsu sudah berkomitmen untuk melunasi tunggakan DBH ke Kabupaten/Kota dengan alokasi Rp.3 triliun.

“Tapi kita belum tahu berapa tunggakan DBH yang akan dibayarkan Pemprov Sumut, apakah dilunasi atau bagaimana. Nanti kita lihat lagi hasil evaluasi APBD 2019 di Pemprov Sumut, biasanya mereka beritahu berapa yang mau dibayarkan,” terang Irwan.

Sementara itu terpisah, Walikota Medan T. Dzulmi Eldin ketika ditemui usai mengikuti rapat Paripurna di Gedung DPRD Kota Medan mengaku telah menyurati Pemrov Sumut agar segera membayarkan utang DBH tersebut. Karena itu merupakan hak Pemkot Medan.

“Kita sudah surati untuk bisa segera dibayarkan dana bagi hasil itu,” kata Eldin, namun tidak menjelaskan kapan surat tersebut dikirim dan tindak lanjutnya setelah itu.

Gubernur Pusing
Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi mengaku kecewa dengan predikat Kota Medan sebagai kota terjorokk di Indonesia. Hal tersebut diungkapkannya kepada wartawan seusai menghadiri pelantikan Pejabat Bupati Pakpak Bharat, Asren Nasution, di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro, Medan, Sumut, Kamis (17/1/2018) lalu.

“Sangat kecewa, bukan hanya kecewa, tiga hari saya tak tidur. Pusing kepala saya,” kata Edy kepada wartawan.

Edy bahkan bertanya kepada wartawan, apakah wartawan percaya dengan penetapan KLHK yang mengumumkan Kota Medan sebagai kota terkotor di Indonesia yang telah diumumkan itu? “Kami percaya Pak Gubernur,” jawab wartawan. “Berarti sama kita ya,” jawab Edy.

Edy berjanji akan segera memanggil Wali kota Medan Zulmi Eldin untuk meminta penjelasan tentang predikat kota terkotor itu.

“Untuk itu, karena saya terbiasa menetapkan segala sesuatu yang dikerjakandengan standar ‘the best’, Pemkot Medan dan seluruh jajarannya harus segera berubah,” ujar Edy.

Pendampingan KLHK
Sementara itu, sehari usai malam Penghargaan Adipura di Jakarta, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan, M Husni menegaskan, KLHK tidak pernah memberikan penilaian 10 kota terjorok,

“Yang ada hanya nilai bobot rendah terkait pengelolaan TPA. Kota Medan mendapat penilaian rendah karena masih menggunakan open dumping dalam mengelola TPA, bukan sanitary landfill,” kata M Husni.

Mantan Kadispenda Kota Medan ini menjelaskan, pengelolaan sistem sanitary landfill yakni melakukan pemusnahan dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya dan kemudian menimbunnya dengan tanah sehingga memberikan dampak positif bagi sekitar TPA.

Metode ini, lanjut dia, selain tidak menimbulkan bau dan penyakit, sanitary landfill juga dapat meninggikan lokasi lahan yang rendah di TPA.

“Sedangkan yang kita lakukan di TPA Terjun selama ini menggunakan sistem open dumping yakni sitem yang paling sederhana. Di mana sampah dibuang begitu saja di TPA tanpa dilakukan pengelolaan lebih lanjut,” imbuhnya.

Dia berjanji pengelolaan TPA akan segera menerapkan sanitary landfill, ”Alhamdulillah, pihak Kementerian LHK RI siap melakukan pembinaan dan pendampingan dalam pengelolaan sampah di Kota Medan,” ungkapnya.

Di samping itu tambah Husni lagi, Pemkot Medan ke depan juga akan mengaktifkan kembali TPA Namo Bintang yang memiliki lahan seluas sekitar 16 hektar setelah tutup sejak 19 Februari 2013 guna mendukung TPA Terjun.

Penulis: Ayub Badrin
Editor: Pahala Simanjuntak

Previous articleSegera Laporkan LHKPN, Bamsoet: Anggota DPR Harus Jadi Pelopor
Next articleTingkatkan Profesionalisme, Pokja Wartawan Jakpus Resmi Terbentuk

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here