Jakarta, PONTAS.ID – Komisi VIII DPR meminta Badan Intelijen Negara (BIN) membeberkan ada 50 penceramah yang menyebarkan paham radikal di 41 masjid.
“Jika BIN menilai bahwa paham radikal itu dilakukan para penceramah dan selama ini berafiliasi ke mana organisasi jika memang mereka memiliki jaringannya, mungkin sebaiknya diumumkan saja nama-namanya agar publik tahu,” ujar Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily, kepada wartawan, Rabu (21/11/2018).
Selain itu, Komisi VIII DPR merasa prihatin akan adanya penceramah agama disinyalir telah menebarkan paham radikalisme.
“Kami tentu prihatin ya jika ada penceramah agama yang disinyalir selalu menebarkan paham radikalisme,” sambungnya.
Politikus Partai Golkar itu juga meminta penegak hukum untuk bertindak menindak penceramah yang disebut berpaham radikal tersebut.
Bila tidak segera ditindak, kata Ace, sebaran paham radikal bisa menjamur di tengah-tengah masyarakat.
“Apabila ada penceramah yang jelas-jelas menyampaikan dukungannya kepada ISIS atau kelompok teroris dengan mengutip ayat-ayat jihad yang tidak pada tempatnya, saya kira penegak hukum harus bertindak cepat melakukan penegakan hukum,” tutur Ace.
Ace meminta pemerintah untuk tidak melakukan pembiaran. Apalagi jika para penceramah tersebut jelas-jelas berafiliasi dengan kelompok teroris atau kelompok-kelompok radikal lainnya.
“Kepolisian dan BIN tidak bisa membiarkan pihak-pihak yang selalu menebarkan kebencian itu bebas menyeru kepada tindakan yang mengarah pada tegaknya NKRI ini,” lanjut Ace.
Ace mengatakan, Komisi VIII dan Kementerian Agama (Kemenag) sebelumnya pernah melakukan kesepakatan terkait penceramah atau mubaligh.
Dalam kesepakatan itu, Komisi yang membidangi urusan agama tersebut merekomendasikan dilakukannya pembinaan terhadap penceramah.
“Komisi VIII pernah menyepakati dalam sebuah rapat kerja dengan Menteri Agama RI tentang penceramah atau mubaligh. Komisi VIII merekomendasikan agar penceramah agama dilakukan pembinaan oleh organisasi keagamaan Islam, seperti MUI, NU, Muhammadiyah dan lain-lain,” tutur Ace.
“Selain itu, kami meminta kepada Kementerian Agama bersama-sama dengan organisasi keagamaan itu melakukan pembinaan bagi para penceramah agama,” imbuh dia.
Harus Dibersihkan
Sementara itu. Menko Polhukam Wiranto mengaku sudah mengetahui adanya 50 penceramah yang terpapar paham radikal.
Wiranto menegaskan segala seuatu yang menyangkut paham radikal harus dibersihkan.
“Ya bersihkan, awasi, diwaspadai. Kita ajak semua bersihkan itu. Radikalisme, terorisme sampai kapan pun kita bersihkan,” kata Wiranto usai menghadiri HUT Paguyuban Jawa Tengah, di TMII, Jakarta Timur, Selasa (20/11/2018).
Menurut Wiranto, pemerintah sudah melakukan koordinasi untuk mengatasi dan membersihkan paham radikal tersebut.
Menurutnya, ada sejumlah langkah-langkah khusus yang dilakukan pemerintah agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Sudah, kita sudah tahu Menteri Agama (Lukman Haikim Saifuddin) sudah tahu itu, tapi kan perlu satu langkah-langkah yang sistematis, terorganisir jangan sampai kita lakukan langkah keras justru bisa membuat kegaduhan,” jelasnya.
“Kita di tahun politik ini pengen tenang, pengen damai, pengen aman, tentram makanya kita hindari kegaduhan,” tambah Wiranto.
Sebelumnya, Badan Intelijen Negara (BIN) mengatakan ada 50 penceramah yang menyebarkan paham radikal di 41 masjid. Para penceramah itu sudah didekati.
“Tidak banyak, sekitar 50-an. Ini masih terus kita dekati mudah-mudahan ini bisa,” kata jubir Kepala BIN, Wawan Hari Purwanto, di Restoran Sate Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018).
Wawan mengatakan ada tiga kategori radikal, yakni rendah, sedang, dan tinggi. BIN punya pendekatan yang berbeda dari tiap kategori tersebut.
“Kalau yang rendah ya masih dalam kategori yang masih ditolerir nilainya. Kalau sedang sudah mulai mengarah ke kuning, kuning itu perlu disikapi lebih. Tapi yang merah artinya sudah parahlah, ini perlu lebih tajam lagi untuk bagaimana menetralisir keadaan,” ujarnya.
Dia menerangkan kategori tinggi atau merah itu di antaranya menunjukkan sikap simpati kepada ISIS atau kelompok Abu Sayyaf di Marawi, Filipina. Mereka juga mempengaruhi sikap publik.
“(Merah) sudah mendorong ke arah gerakan yang lebih seperti simpati ke ISIS dan Marawi, membawa aroma konflik di Timur Tengah ke sini. Jadi mengutip ayat-ayat perang, misalnya, sehingga menimbulkan pengaruh ke emosi, sikap, tingkah laku, opini, dan motivasi publik,” paparnya.
Wawan menyebut pihaknya sudah melakukan pendekatan terhadap para penceramah tersebut. Dia mengatakan ada upaya dari hati ke hati untuk membuat perubahan.
“Selama ini kita lakukan pendekatan dan dialogis, kita ingin memberikan literasi, ini kan persoalan yang perlu diliterasi dan kesalahpahaman begini bisa terjadi di mana saja, oleh karenanya tetap harus ada upaya dari hati ke hati itu ada perubahan, karena kita perlu menjaga keamanan dan ketertiban,” ujarnya.
Wawan mengatakan BIN melakukan pendekatan dengan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI)
Editor: Luki Herdian