Jakarta, PONTAS.ID – Obat yang paling manjur untuk mengobati penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada saat ini, adalah dengan menggenjot ekspor. Pasalnya ekspor Indonesia kini sudah sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Demikian disampaikan oleh Pengamat Ekonomi, Christianto Wibisono. Dia mengapresiasi pihak pemerintah yang sudah mengambil langkah kebijakan mengurangi impor. Namun langkah itu juga perlu didukung oleh kebijakan-kebijakan yang bisa mendorong ekspor lebih kuat.
“Memang lucu sekali, masa kita ekspor cuma 180 miliar dolar AS, Vietnam 200 miliar dolar AS. Malaysia 250 miliar dolar AS. Jadi bangsa 250 juta (penduduk) kok kalah dengan Vietnam sama Malaysia,” kata Christianto dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/9/2018).
Pelemahan Rupiah, lanjutnya, dikarenakan adanya tiga defisit. Yaitu defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD), defisit neraca perdagangan, serta defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di tengah kepungan defisit tersebut, kondisi Rupiah yang melemah dinilai wajar. “Sekarang kenyataannya kan kita sudah defisit. 3 Defisit. Ya siapapun presidennya pasti mata uangnya akan lemah, tak bisa dipaksa kuat, karena memang posisinya begitu,” ujarnya.
Dia mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab melempemnya ekspor Indonesia. Di mana, faktor utamanya adalah lambatnya pembangunan industri nasional. Seharusnya, industrialisasi sudah digenjot sejak lama.
“Ada berbagai faktor, telat membangun industri nasional walaupun sektor industri tuh sudah luar biasa juga loh 70 persen ekspor kita tuh sektor manufakturing. Walaupun manufakturing tuh katakanlah tidak jadi bernilai tambah artinya masih yang gitu-gitu aja,” tutur dia.
Christianto menjelaskan, pertumbuhan industri di Indonesia cenderung lambat dan tidak sesuai harapan. “Ada suatu faktor pembangunan industri kita memang kurang apa ya kurang seperti yang kita harapkan,” ucapnya.
Pengembangan industri hilir pun dinilai tidak berjalan lancar, sebab, nyatanya Indonesia masih bergantung dengan impor. Padahal, ada beberapa komoditas yang sebenarnya sudah diproduksi di dalam negeri.
Dia menegaskan industrialisasi di Indonesia harus segera dibenahi agar ekspor bisa terdongkrak. Terlebih saat ini akan segera datang era baru di mana teknologi sudah semakin canggih yaitu industri 4.0
“Dengan pendekatan yang lebih sistematis dan pak Airlangga (Menperin) sudah mencanangkan dia mau masuk industri 4.0 itu sebagai upaya untuk cepat memperbaiki industri yang ketinggalan dari yang lain,” tukas dia.
Editor: Risman Septian